Search

Welcome To My Website

Enjoy , Happy Browsing and Keep Your Learning.

News's and Event's

breaking news and New Event Info.

Just For Learning My study's

Please Keep Your Learning.

Materi Khusus TkJ

Download Dan Diskusikan Materi Khusus TKJ di Smk Nasional Depok.

Artikel's In here

Kumpulan artikel- artikel Dunia Komputer.

Kamis, 21 April 2011

hello-goodbye cerpen

“Hai, Rass..”
“Halo, Rass..”
Semua panggilan itu terngiang-ngiang pagi ini. Apa ada yang salah ya sama pakaianku? Kayanya seragamku ini udah rapi kok, sepatuku juga bersih, rambutku gak berantakan. Ada apa sih sama orang-orang di sekolah ini? Aku bertanya-tanya dalam hati
“Pagiiiiiiii, Raaaaassss!” Panggil Sheilla waktu aku sampai di kelas
“Ada apa sih, Sheil? Dari gue di gerbang sampai sini kok semua orang nyapa gue gitu. Emang ada yang salah ya sama gue?” Tanyaku pada sahabatku dari kecil ini.
“Ya ampuun Rass, lo tau kan semua orang disini emang ngefans sama lo. Mereka suka style lo, cara lo ngomong, dan segala macem tentang lo, lo tuh udah kaya idola mereka, Rass. Mereka seneng kalo ada kabar baik tentang lo, yang bagus-bagus tentang lo, dan yang bikin lo seneng gitu...”
“Okay you’re going too far. Terus kenapa, Sheil?”
“Lo belom liat mading ya?” Aku hanya menggelengkan kepala. Karena aku memang gak terlalu suka memperhatikan keadaan sekitar. “Lo itu kepilih jadi pemeran utama di pementasan teater kita yang bakal ditampilin waktu perpisahan, Rass! Lo juga tahu kan, katanya bakal ada pemain-pemain teater professional yang bakal dateng di acara itu! Udah gitu malah katanya ada orang dari luar hm apa ya namanya, Julliard School yang bakal dateng buat nonton kita dan katanya juga mereka nyediain a scholarship buat yang mainnya paling bagus! Congratss ya babyyyyy!” Jelas Sheila sambil memelukku. Wah, have to admit it. This is AWESOME! Aku kepilih jadi pemeran utama di acara itu. GILA!
“Lo serius, Sheil? Ayo coba lihat!” Kataku sambil menarik Sheilla menuju mading.
Ternyata disana juga masih ada banyak orang yang kayanya lagi melihat pengumuman nama-nama pemain di mading. Waktu aku lihat ternyata benar ada namaku disitu. WAW! Ternyata gak sia-sia waktu itu aku latihan berkali-kali. Ya, waktu itu aku berlatih buat jadi Juliet. Drama yang akan dibawain di acara perpisahan yaitu drama yang udah sangat umum, seperti Romeo & Juliet. Mungkin akan ada yang ditambah atau dibeda-bedain sedikit tapi inti ceritanya tetap Romeo & Juliet. Everyone love that classic story.
“Rashi Fernandita Wijaya as the main actreese, selamat ya.” Kata seseorang di belakangku.
“Ah thanks to you, Ar. Lo juga dapet sebagai main actor right? Congrats..” Kataku sambil menjabat tangannya. Arian terpilih sebagai pemeran Romeo. Wajarlah, dia itu ketua teater disini jadi pasti aktingnya bagus. Ini adalah pementasan terakhirnya selama di sekolah ini karena dia bakal lulus tahun ini. He’s a great senior, kind, smart, or you can say ‘almost perfect’.
“Welcome. Rass, latihan dimulai dari besok ya. Bulan depan kan udah acaranya. Jadwal latihan diatur sama jadwal anak-anak aja bisanya kapan.”
“Okay. Well, see you tomorrow.”
***

“Gimana Ar menurut lo mainnya? Setelah hampir sebulan kita latihan. Sabtu ini kan kita tampilnya.” Tanyaku pada Arian.
“Bagus kok, udah bagus banget malah mereka. Lo juga makin bagus Rass mainnya. Mungkin pemain teater professional bakal ngerekrut lo jadi anak buahnya..” Jawab Arian sambil tersenyum ke arahku.
“Ah mulai kan, you’re pretty much better, Ar..” Kataku lagi.
“Haha yaudahlah. Eh gue laper nih, latihan kan udah selesai juga. Hm dinner?”
“Sounds good..”
Arian mengajakku ke McD yang terletak cukup dekat dari sekolah ini. Malam ini tempat itu sangat ramai, padahal ini malam sabtu bukan malam minggu. Aku duduk di salah satu kursi dan Arian yang memesan makanan.
“Rame banget ya..” Kata Arian sambil membawa makanan.
“Iya, orang pacaran semua Ar.”
“Wanna be like them?” Aku memasang muka bingung. “Just kidding..” Kata Arian sambil tersenyum.
“Julliard sounds pretty cool..”
“Ya of course, teater disana juga memang bagus banget, Rass. It would be great to be one of them.”
“You’ll get it, Ar. I’m sure..” Jelaslah Arian pernah menang sebagai pemeran utama terbaik di beberapa festival teater.
“Stop saying that, you can get it too right? Lo juga bagus kali Rass, banyak yang lebih bagus dari gue.”
***
Hari pementasan tiba. Nervous, semua merasakannya. Aku juga sudah bisa melihat ada 2 orang yang sepertinya diutus dari Julliard. Ada juga beberapa pemain teater di Indonesia yang sudah terkenal.
Untungnya setiap adegan yang ada berjalan dengan lancar. Semua pemeran di pementasan ini tidak ada yang terlihat demam panggung. Mereka melakukan yang terbaik. Adegan terakhir, biasanya adalah adegan yang paling ditunggu oleh penonton, which is adeganku dengan Arian. Di adegan ini, Romeo bunuh diri karena mengira Juliat telah mati. Ending? Sama seperti Romeo & Juliet pada layaknya. Semua orang bertepuk tangan dengan sangat meriah. Ternyata, pementasan ini cukup sukses.
“Congratulations, it’s a great show. You all are so great!” Kata Mrs. Anita saat evaluasi di belakang panggung. Beliau adalah pembina teater di sekolah ini. “Saya juga tadi sudah mendapat kabar dari Ms. Carr and Mr. Daniel, yang termasuk utusan Julliard. Mereka telah memilih seorang pemain yang akan mendapat beasiswa sekolah disana.Congratulations to Mr. Arian Koesoedibyo, you did it..” Kata Mrs. Anita sambil memberi sebuah kertas pada Arian. He’s pretty good at it.
***
“Hati-hati dijalan ya, Ar. Take care yourself there..”Kataku pada Arian saat mengantar dia ke bandara. Keluarga Arian tinggal disana maka walaupun dia gak dapet beasiswa itu dia juga pasti bakal ngelanjutin kuliah disana.
“Thanks ya, Rass. Lo juga baik-baik ya disini. Build great teamwork with your junior.”
“I know, I will..” Kataku. Aku gak mampu berkata banyak karena memang, I’m too weak in situation like this.
“Rass, gue cuma pengen lo tau sesuatu.... I love you, I really do. Gue takut kalo gue gak bakal sempet bilang ini ke lo. Gue gak berani bilang dari dulu, cause I’m scared that you’re not feel the same. Gue gak minta lo buat ngebales rasa ini, gue cuma mau lo tau. You’re not just a friend to me. You’re a super special friend...”
Aku hanya diam dan gak mampu berkata-kata. Surprising enough, I can’t say anything or I will cry.
“You don’t feel the same, right?”
Can’t help it, aku segera memeluk Arian dan menangis.
“I do, gue juga sayang sama lo, Ar. Gue cuma takut, keadaan bakal jadi beda. Gue udah ngerasa nyaman sama kita yang jadi temen gini, gue takut pada nantinya semua gak akan senyaman ini. But I’m wrong, I don’t care about that now. I just want you to know, I love you and I wanna make you mine..”
“Thank God. Rass, lo tenang aja, gue gak akan berpaling semudah itu. I love you, wherever I am..” Kata Arian lagi sambil menghapus air mataku.
“I know, thanks Ar. Next year, I’ll go there. To continue my school stuff. Yale will be my choice. We’re gonna be together then..”
“Really? Pretty cool! Ah, that’s my cue to go. Hm take care Rass, I love you.” Arian pergi sambil melambaikan tangan ke arahku.
See? He’s the one. He’s the man of my life. This is how the story started. Arian Koesoedibyo adalah orang pertama yang bisa membuatku seperti ini. Take care, Ar. See you next year.
***


Hello – Goodbye
Disusun oleh
Nama: Umi Chotimah (39)
Kelas : X-8
SMA Negeri 3 Depok

Tugas cerpen 2

“Ayo sini, Mer. Eh hati-hati jalannya.” Kata Dico sambil menggandengku ke sebuah tempat. Agak sulit juga sih jalan dengan mata tertutup gini.
“Kita mau kemana sih, Co? Masih jauh gak?” Tanyaku, cause I feel I’ve been walked far enough.
“Here it is..” Kata Dico sambil membuka ikatan kepalaku. Di depan mataku ada pemandangan yang sangat indah. Aku bisa melihat bulan dan bintang dengan sangat jelas. Ada juga cahaya-cahaya yang berasal dari gedung-gedung di sekitar sini. Waktu aku membalikkan badan, ada sebuah meja bertaplak putih yang diatasnya ada lilin and dinner for us.
“This is awesome!” Kataku sambil masih melihat sekeliling. Ternyata ini adalah balkon apartemen tempat aku dan Dico tinggal. Ya, orang tua Dico dan aku udah lama tinggal di luar negeri. Jadi aku tinggal sendiri di apartemen ini, Dico juga gitu.Tempat ini sangat simple, tapi meja dan kursi itu dikelilingin dengan banyak bunga yang membentuk lingkaran. This is place is oh so full of flowers!
“You like it?”
“Bangeeeeet, Co! Thanks for brought me here.”
“Happy 2nd year anniversary, Mer.” Kata Dico sambil memberiku seikat bunga kesukaanku.
“Happy anniversary toooo....” Kataku sambil memeluk Dico. Sudah 2 tahun aku dan Dico pacaran. Walaupun kadang bertengkar, kami tetap selalu bisa memperbaiki itu semua.
“How about grab some dinner?” Tanya Dico sambil menunjuk ke meja yang dikelilingi bunga itu.
“I’d love to.”

***
“Gimana beasiswanya? Kapan sih pengumumannya, Mer?” Tanya Riri, sahabatku dari kecil.
“Belum nih, next week. Gue takut nih, Ri..”
“Pasti dapeeeet lah baby, lagipula kalo enggak dapet juga lo kan bisa langsung daftar kesana kan bareng keluarga lo. Masih ad Yale, NYU, Princeton and others..”
“Harvard is the best of all, Riiiiiiiiiiiiii....”
“I knoooowww. Eh happy anniversary yaa, gimana semalem sama Dico? Pasti dia oh so romantic, like always. Right?”
“Thanksso. Iya Ri, gila dia itu bener-bener gak kehabisan akal buat bikin gue seneng. Dia gak kaya cowok-cowok gombal pada umumnya, karena dia tuh gak gombal, tapi emang romantis bangeet...”
“Waw you must be very happy, right? Tell me more!”
Aku pun bercerita semuanya dan selengkap-lengkapnya kepada Riri.
Riri itu punya pacar, namanya Indra, yang juga sahabat Dico. Kadang-kadang kami suka pergi berempat. Tadinya hari ini juga Riri dan Indra mau ikut aku sama Dico pergi tapi ternyata Riri ada latihan basket jadi mereka gak jadi ikut.
“This is your ice cream, Ms. Shimmerly..” Kata Dico sambil memberi a cup of ice cream ke aku.
“Thanks to you, Mr. Dico..” Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
“Sebentar lagi pengumuman, aku takut gak keterima nih..”
“Positive thinking dong, pasti dapet kok. Aku doain pastiiii. Kamu tenang aja..”
“Alright, trus kamu gimana? Mau lanjut kuliah dimana?”
“Belum tau, mungkin aku juga ke USA. Yale, maybe?”
“Sounds good. Hm jadi kita bareng lagi kan?”
“Iyaaaa kita bareng lagi kok, kamu tenang aja lagi. Udah malem nih, aku anter kamu pulang ya?”
“Okaaay..”

***
“Riiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii gue dapet beasiswa itu! Ya ampuuuuun seneng banget gue, Riiiiii..” Kataku pada Riri di telefon.
“Oh ya? Selamet ya, Meeeeeeeeeeeeeeeer! Trus gimana? Dico udah lo kasih tahu?”
“Hm tadi gue ke kamarnya gak ada jawaban, udah gue telefon juga tapi gak ada diangkat, Ri. Jadi gue sms aja, dan belum dibales nih. Dia kemana ya? Jarang-jarang dia begini.”
“Lagi les atau lagi sibuk ngapain gitu mungkin, Mer.”
“Iyaa mungkin, Ri. Eh ada yang ngetok pintu, udah dulu yaa, Ri. I’ll call you later..”
“Okeee, see you..”
Aku segera menuju pintu setelah memutuskan telfon itu. Waktu aku buka ternyata gak ada orang. Di depan pintu cuma ada bunga yang ada surat kecil di atasnya. Tulisannya aku disuruh ke balkon atas. Ada tanda tangannya Dico disitu, wah apa lagi nih yang mau dilakuin Dico?
Aku berjalan menuju balkon. Tapi disana gak ada orang, cuma ada banyak bunga disitu. Gak ada Dico, akhirnya aku memutuskan untung nunggu disana. Ternyata udah setengah jam aku menunggu disana, percuma. Gak ada Dico juga, aku agak kesal dan memutuskan untuk balik ke kamar. Aku coba nelfon hpnya tapi gak diangkat juga.
Karena gak sabar, aku pun pergi ke depan apartemen itu buat nunggu Dico. Aku tetep nyoba buat nelfon hpnya Dico tapi tetep aja gak ada jawaban. Setelah berkali-kali aku coba, akhirnya dia ngangkat telfon itu.
“Halo Co? Kamu dimana sih? Aku telfon kok gak diangkat daritadi?” Tanyaku panik padanya.
“Maaf, Mer. Tadinya aku mau sok-sok ngasih kejutan ke kamu eh ternyata malah macet banget. Aku jadi bikin kamu kesel kan. Maaf ya, ini aku udah hampir sampe sana kok..” Kata Dico yang terdengar ngos-ngosan.
“Kok kamu ngos-ngosan gitu, Co?”
“Aku lari dari tempat macet hehe kamu liat ke seberang aja. Wait a sec..” Aku ngeliat ke seberang dan memang udah ada Dico disana. Dia melambaikan tangan ke arahku, aku membalas lambaiannya. Dia rela lari-lari gitu sampai sini. Dia pun berjalan ke arahku.
BRUKKKKKKKKKKKKK!!!!!!
Ada sebuah mobil yang sedang ngebut dan menabrak Dico yang sedang menyebrang jalan. Aku segera berlari kearah Dico, hal pertama yang aku lakukan adalah menangis dan mencari bantuan pada orang-orang. Aku memanggil taksi dan langsung membawa Dico ke rumah sakit.
Di perjalanan, Dico gak sadar. Kepalanya berdarah sangat banyak, aku gak tau mesti ngapain lagi. Aku juga segera nelfon Riri dan nyuruh dia segera ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Dico langsung masuk emergency. Aku cuma bisa pasrah diluar sambil nunggu Riri sama Indra. Gak lama kemudian mereka dateng, aku cuma bisa nangis sambil cerita ke Riri.
“Dok, gimana keadaannya Dico? Dia baik-baik aja kan?” Tanyaku pada dokter yang baru keluar dari ruangan itu.
“Saya minta maaf sebelumnya, tapi Dico sudah tidak bisa diselamatkan. Pendarahan di kepalanya sudah terlalu parah dan dia sudah meninggal. Saya minta maaf..” Jawab dokter itu.
Dico pergi, Dico meninggal. Karena dia mau ngasih kejutan ke aku, dia udah gak ada disini lagi sama aku.
“Sabar ya, Mer.... Gue sama Indra bakal selalu nemenin lo, lo yang sabar yaa....” Kata Riri mencoba menenangkanku.
Sekarang Dico cuma hidup di pikiranku. Aku gak akan melupakan dia. I’ll keep him in my heart. Dia adalah pacar terbaik yang pernah aku punya, dan aku janji sama diri aku sendiri. I’ll love him forever and wherever I am.

***

Satu Masa

Disusun oleh
Nama: Indira Permata Adha
Kelas: X-8
SMA Negeri 3 Depok


Tugas cerpen

“Hey, gue Gio..” Kata seorang yang berusaha ngajak aku kenalan di sebuah turnamen basket.
Aku tetep diem.
“Nama lo siapa?? Lo temennya Ryan kan ?” Tanya dia ramah. Ryan adalah sahabatku dari kecil. dan ternyata katanya dia juga sahabat orang ini.
Waktu itu Ryan emang katanya mau ngenalin aku sama temennya dan aku rasa ini dia maksudnya. Tapi aku tetep ngerasa aneh gara-gara dia tiba-tiba ngajak kenalan, aku langsung pergi.
“Hey, gue ngomong sama lo..” Kata dia sambil narik tanganku.
“Apaan sih? Kayanya penting banget tau nama gue. Kita baru pertama kali ketemu gitu..” Tanyaku cuek.
“Emang itu penting banget buat gue kok. Please?”
Setelah berpikir cukup lama, aku akhirnya mutusin satu hal.
“Kalo sekolah lo menang lawan sekolah gue, gue kasih tau nama gue..” Tantangku.
“Oke, gue bakalan menangin pertandingan itu demi ngedapetin nama lo..”
Dan ternyata, sekolah dia menang. Soalnya waktu itu Ryan yang jago basket itu malah satu sekolah sama Gio, bukan sama aku. Ya sudah lah, aku harus ngakuin kekalahan. Gak lama kemudian, orang itu nyamperin aku.
“Gimana? Gue udah menang buat lo.”
“Gue Marissa. Panggil aja Icha..” Kataku.
“Giovani, panggil Gio..”
Itu awal perkenalan aku sama dia. Gio itu perhatian banget sama aku. Dan karena perhatian dia itulah, lama-lama aku luluh sama dia. Aku udah gak secuek waktu pertama kali kenal sama dia. Sampe suatu saat dia ngajak aku makan malem.
“Cha, gue sengaja ngajak lo kesini. Gue mau ngomong sesuatu sama lo..”
“Mau ngomong apaan?”
“Emm... Sebenernya gue udah lama nyembunyiin ini.. dari pertama kali kita ketemu...”
“Kenapa? Ngomongnya jangan setengah-setengah dong..”
“Gue..... Gue suka sama lo, Cha..”
Aku cuma diem.
“Lo mau gak jadi cewek gue?”
“Mmm... Gimana ya.. Gue gak bisa, Gi.. Sorry ya.....”
“Oh gak bisa yah.Hmm, gak apa-apa kok, Cha. Gue juga gak mau maksain perasaan lo. Tapi gue boleh tau kenapa?”kata Gio lemes.
“Gue udah suka sama orang lain..”
“Siapa?”
“Mmm, namanya Giovani. Anak basket, tapi gak satu sekolah sama gue. Waktu gue pertama kali ketemu dia, dia tuh aneh banget. Tiba-tiba ngajak kenalan gue gitu. Dan gue ngasih tantangan ke dia, ternyata dia menang. Jadi deh, gue kenalan sama dia..”kataku sambil senyum-senyum.
“Jadi?”Tanya Gio.
“Apanya?”
“Lo... Mau?”
“Lho, lo gak denger cerita gue ya? Gue tuh udah sayang banget sama yang namanya Giovani..”
“Cha, Cha.. Gue janji gak bakalan ngecewain lo..”kata Gio.
Akhirnya aku resmi jadi pacarnya dia. Walaupun pas penembakan, jawabanku muter-muter kemana-mana, intinya aku sayang banget sama dia.
Suatu hari aku, dia, sama temen-temen gue pergi ke puncak. Kita bakar-bakaran jagung. Abis itu temen-temen aku pada sibuk sama pacarnya.
“Cha... gue seneng banget. Karena lo mau jadi pacar gue..”Kata Gio.
“Gue juga seneng, Gi..”
“Cha, lo itu hal terindah yang pernah gue punya..”
“Apaan sih lo..”
“Kalo suatu saat gue pergi ninggalin lo, lo sedih ga?”
“Pergi kemana?”
“Ke tempat yang jauh banget..”
“Gue boleh ikut gak?”katakusambil senyum-senyum.
“Ahh, lo bercanda mulu..”kata Gio sambil ngacak-ngacakin rambut gue.
“Ihh Gio, berantakan nih..”
“Gue tetep sayang kok sama lo walaupun rambut lo acak-acakan..hehe..”
“Cha, gue ngentuk nih! Tidur yuk..”kata Audy yang tiba-tiba dateng.
“Yaudah yuk tidur..”kataku sambil ninggalin Gio.
“Ehh.. Good night..”kata Gio.
“Goodnight..”kataku sambil senyum.

***
Kejadian yang aku laluin sama dia itu nyenengin semua. Sampe suatu saat, Gio berubah. Aku denger dari Ryan, katanya dia jarang masuk sekolah. Dia jadi bandel.Hp gak aktif. Kalo aku ke rumah dia, dia gak pernah mau nemuin aku. Sampe suatu saat, waktu aku lagi jalan sama Ryan gue liat Gio lagi sama cewek. Mesra banget lagi. Aku pun nyamperin dia.
“Gi, cewek ini siapa? Lo kok tega banget sih sama gue?”Tanyaku.
“Dia cewek baru gue. Puas lo?”jawab Gio tenang.
“Lo jahat, Gi! Gue benci sama lo! Gue salah waktu itu mau nerima lo!Lo gak punya perasaan!”kataku sambil pergi dari depan dia.
Gila, dia tega banget sama aku. Blak-blakan dia ngaku kalo itu ceweknya dia. Jahat banget tuh orang! Aku benci banget sama dia.
Setelah aku putus sama dia, aku sempet gak percaya sama yang namanya cowok. Sampe suatu saat, aku dapet kabar dari Ryan kalo Gio masuk rumah sakit. Awalnya, aku gak peduli. Tapi setelah Ryan bilang, penyakit Gio itu udah parah banget, dengan terpaksa aku langsung pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, aku langsung masuk ke kamarnya Gio. Udah 2 hari, Gio gak sadar. Yang bikin sedih, nyokapnya Gio ngasih tau aku kalo Gio emang udah divonis dokter, umurnya tinggal setahun lagi. Sampe ketika, dia kenal aku. Dia jadi lebih menghargai yang namanya hidup. Makanya waktu itu tiba-tiba dia nanya, gimana kalo dia pergi ke tempat yang jauh? Ternyata gara-gara ini.
3 bulan kemudian, dokter bilang penyakit Gio udah parah banget, waktu buat Gio pun berubah jadi setengah tahun. Makanya, akhir-akhir ini dia ngebuat aku benci sama dia. Dia sengaja jalan sama sepupunya waktu aku lagi jalan sama Ryan. Dia sengaja bikin aku marah sama dia. Dia juga udah nitipin aku ke Ryan.
“Yan, jadi selama ini lo udah tau kalo Gio sakit?”Tanyaku .
“Iya, Cha. Gue udah tau.”
“Kenapa lo gak ngasih tau gue, Yan?”
“Gio gak pengen lo tau, Cha. Dia gak pengen lo jadi kepikiran dia terus. Waktu lo abis marah-marah sama dia, dia langsung nelepon gue. Dia nitipin lo ke gue. Sorry, gue gak kasih tau lo.”
Itu semua ngebuat aku shock banget. Aku selalu ngejenguk dia tiap hari. Suatu hari, dia sadar. Dan dia ngajak aku pergi ke taman. Awalnya aku gak mau, tapi dia tetep ngajak gue kesana. Aku sama dia pun pergi kesana. Gio nyoba buat tetep tersenyum di depanku, tapi aku tau kalo dia itu lagi nahan rasa sakit.
“Cha..”panggil Gio pelan.
“Kenapa??”Tanyaku.
“Kalo gue udah gak ada di dunia ini, lo baik-baik ya.. dan yang paling penting, gue gak mau liat lo nangis.. Makanya waktu itu gue pengen ngebuat lo ngebenci gue. Jadi, kalo udah waktunya gue pergi, lo gak sedih.. Tapi ternyata gue gak bisa nyakitin lo kaya gitu. Walaupun sebenernya, kaya gini juga nyakitin lo..”
“Lo jangan ngomong macem-macem. Gue bakalan coba buat gak nangis. Sekalipun lo gak bisa sembuh, gue janji bakalan nemenin saat-saat terakhir lo. Tapi gue yakin, lo bisa sembuh. Lo harus optimis yaa.”
“Cha.. Gue gak bakal bisa sembuh. Tapi gue bahagia, karena lo udah jadi hal terindah yang gue milikin. Kalo gue gak ada, lo baek-baek ya..”
“Jangan ngomong kaya gitu terus yaa.. Pliss..” kata gue. Air mataku pun mulai berjatuhan.
“Lo jangan nangis. Lo udah janji buat gak nangis. Cha, gue sayang banget sama lo.”kata Gio sambil meluk aku.
“Gue juga sayang lo, Gi..”
Lama-lama, pelukan Gio gak seerat awalnya. Nafas dia pun udah berhenti. Gio udah pergi selama-lamanya. Ninggalin keluarganya, aku, dan semuanya. Gio udah gak mungkin lagi ada di samping aku. Dia gak bakal nemenin hari-hari aku, ngacak-ngacak rambut aku kaya biasa. Dia gak lagi berbentuk nyata, mulai sekarang dia cuma ada di memori otak aku.

***


Luluh

Disusun oleh
Nama: Tommy Romanda
Kelas: X-8
SMA Negeri 3 Depok

REALITY




REALITY






It’s time to face the truth





Prolog

“Hati-hati ya lo disana, e-mail gue, kabarin gue kalo ada apa-apa. Janji ya, Ren?” kataku pada Reno yang udah siap-siap naik pesawat. Kakakku satu-satunya ini akan melanjutkan kuliah di Oxford, which is my dream too.
“Calm down, dear. I will, lo tenang aja lah. Iya gue janji, lo baik-baik juga disini. Enjoy your new school, jangan macem-macem.” Tuntut Reno sambil mengacak-acak rambutku.
“Hm........”
“Come on, jangan kaya anak kecil gitu ah, you can being mean but not to the person who didn’t do anything. Being mean is important, tapi bukan buat nindas orang seenaknya dengan semua akses yang kita punya. Lo bisa jahat tapi khusus buat orang yang jahatin lo, okay?”
“I won’t..” Ini yang aku suka dari Reno. Dia benar-benar bisa ngerti posisi aku. Dia tahu aku memang gak bisa menghindari sifat ‘Mean’ yang mungkin memang sudah turunan. Reno juga begitu, tapi dia gak akan berlaku jahat ke orang yang gak jahat ke dia. And I wish I could do that too.
“Jangan jadiin orang-orang korban lo kalo lagi ada masalah, kalo ada apa-apa, you can text me.”
“I know I know. Kayanya lo nganggep gue jahat banget sih, Ren. I’m not that evil, right?”
“Yes, you are. Face the truth Mer, udah cukup banyak musuh lo diluar sana hahaha just kidd. Ah that’s my cue to go. See you, sist.”
“Take care then, gonna miss you.” Reno memelukku dan pergi sambil melambaikan tangan. Sometimes, aku ngerasa di satu keluarga ini cuma terdiri dari aku dan Reno. Papa sibuk sama kerjaan, Mama? Sibuk dengan hidupnya sendiri. Jadinya hari ini cuma aku yang bisa nemenin Reno berangkat.
Aku teringat ucapan Reno tadi, ‘Face the truth Mer, udah cukup banyak musuh lo diluar sana’. Am I that evil?

***
1

“Sorry for interrupting. But I need to talk to Miss Koesoedibyo,” kata Jefta kepada Mr.Robert, guru bahasa Inggrisku yang tengah mengajar saat ini.
“What for? Is it that important?” Tanya Mr.Robert.
Dalam hati aku berfikir, apa lagi yang mau diomongin sama dia.
“Yes, sir. I wanna talk about our project, and I have the permission to call her, actually,” tambah Jefta lebih meyakinkan. Well, dia bisa ngelakuin apa aja yang dia mau. Karena dia termasuk orang yang masuk dalam kategori one of ‘Beautiful People’ di sekolah ini dan orang tuanya adalah salah satu pemegang saham terbesar disini. Classic right? I have a boyfriend like that. But it’s kinda fun sometimes.
“Okay, I allow you Miss Koesoedibyo. But don’t take too long time, Mr. Reinhard” kata Mr.Robert yang keliatan malas untuk berdebat sama Jefta. Way to go, Jef.
“I won’t,” jawab Jefta singkat.
“Excuse me, sir” kataku sambil berjalan keluar mengikuti Jefta.
Aku melihat muka Mr.Robert yang agak kesal. Karena salah satu muridnya keluar waktu dia sedang mengajar. He said that for thousands times, but Jefta won’t care about that seriously. Aku juga masih berpikir apa yang mau diomongin sama Jefta saat ini? Biasanya dia cuma ngajak berantem atau minta maaf kalau aku marah. Tapi rasanya aku sama dia lagi gak bertengkar. Apa dia benar-benar mau ngomongin tentang project ekskul cinematografi yang diketuai sama dia?
Kami berdua pun berjalan menjauhi ruang kelasku. Kami berjalan di koridor yang terlihat sangat sepi karena memang jam segini belum saatnya break ataupun long break. Jefta pasti cabut dari pelajaran. Yeah, that’s one of his favorite thing to do. Tapi biasanya teman-temannya juga ikut sama dia, oh mungkin mereka ada di cafetaria. Itulah istimewa atau ‘istimewa’ dari sekolah ini. Kalaupun ada guru yang melihat muridnya cabut dari pelajaran, mereka gak akan menegur atau memarahi. Jadi kalo sekolah disini ya mesti punya kesadaran diri yang tinggi lah.
Aku tetap berjalan membuntuti Jefta sampai akhirnya, Jefta berhenti berjalan dan menengok ke arahku. Aku melihat sekeliling, sekarang aku ada di taman belakang. Gak ada orang selain aku dan Jefta. Tapi sayangnya dia belum berbicara apa-apa. Wajahnya masih tetap datar dan aku bisa lihat ada sedikit emosi yang makin lama makin besar di diri dia.
“What’s going on actually?” tanyaku yang sudah sangat penasaran sama dia yang daritadi tetap membisu.
“Harusnya aku yang nanya, Mer! Ada apa sama kamu dan Andrew?” bentak Jefta tiba-tiba.
“What?Where is this coming from?We’ve talked about this, like for a billion times! Aku cuma temenan sama dia.” Jawabku yang udah mulai kesal.
“Aku denger kabar ini dari Fida. Dia bilang ini semua ke aku. Jujur dong kamu!” Fida? Really? Oh God, the Queen Bee wanna be. Sampe kapan dia ngeganggu hidup aku! Such a slut!
“Fida? Sampe kapan kamu percaya ke dia? Udah berkali-kali aku jelasin semuanya! Aku gak ada apa-apa sama Andrew, we’re just friends!”
“Tapi kemarin kamu jalan kan sama dia? Fida bilang dia lihat kamu sama dia di Grand Indonesia! Apa itu bener?”
“Ya ampun Jef, itu aku kebetulan ketemu dia disana. Abis nganter Reno, aku pergi ke GI buat ketemu sama Lexa & Aurel. Tapi sebelum ketemu mereka, disana ada Andrew and he’s just droppin’ by to say hello!”
“Tapi kata Fida.....”
“Fida Fida Fida! Sampe kapan sih kamu lebih percaya sama dia, Jef? Kamu tahu kan dari dulu dia selalu ganggu hubungan kita? Dan kamu juga masih percaya dia?”
“Aku cuma mau kamu jujur Mer, sama aku!”
“I am, Jef. Aku jujur sama kamu. Terserah kamu lah sekarang mau gimana. Aku capek bahas ini semua. It’s better if we end it up!” kataku sambil jalan menuju kelas.
“Mer!” panggil Jefta. Aku tetep berjalan tanpa peduliin dia. Kenapa dia masih aja percaya sama si Bitchy itu?
FYI, Fida itu salah satu temanku yang addicted sama popularitas. Dia juga sering ke club-club dan party-party gitu. Well, I did too. Tapi karena popularitas, dia juga rela buat do that ‘thing’ with the beautiful people. Kaya Adam, mantan ketua basket disini, terus Ryan yang juga ketua klub tenis, and many others. Satu-satunya yang masih dia incer itu ya Jefta, that’s why I hate her so much! She wants to be the one, but she should know that she’ll NEVER be the one. Note that!
Onyx-ku bergetar, waktu kulihat ada 2 messages dari my BFF, Aurel dan Alexa. Inti isinya sama asking about what’s going on yang cuma aku balas dengan ‘see you at cafeteria’.
Aurelia Chandra Pratama dan Alexa Anindya Mahendra adalah dua teman baikku dari SMP. Dulu aku punya 6 teman baik yang entah kemana mereka sekarang ini sehingga tinggal Aurel dan Lexa. Dua orang yang orang tuanya bekerja sama bareng orang tuaku membentuk suatu perusahaan besar yang termasuk maju sampai sekarang. Mereka mulai membangun cabang di berbagai kota yang masing-masing ditempati oleh Ayahku, Ayah Aurel, dan Ayah Lexa. Mereka juga termasuk salah satu pemilik sekolah ini just like Jefta’s dad.
Waktu aku hampir masuk kelas, bel berbunyi dan Mr.Robert keluar dengan wajah yang lebih baik.
“I give you a homework, Miss Koesoedibyo. Check your e-mail.” Katanya datar.
“Oh yeah, thanks.”
Aku langsung beranjak ke dalam kelas dan disambut my BFF. Tapi aku hanya memberi isyarat ke mereka untuk mengikutiku ke cafeteria. Sampai disana aku segera duduk di tempat yang biasa kami tempati. Untungnya disana nggak ada Jefta dan teman-temannya. Cause I’m not ready to meeting him now.
“Tell me! What’s going on?” tanya Lexa. Gadis yang satu ini memang sangat perhatian sama hubunganku dan Jefta karena dia juga berhubungan sama salah satu sahabat Jefta, Joshua tepatnya. Aurel juga berpacaran dengan teman Jefta lainnya, Adli.
“We broke up….” Jawabku singkat.
“Really? How come? Oh my God, siapa yang mutusin? Putusnya gimana?” Kata Aurel yang menyodoriku dengan sederet pertanyaan gak penting itu.
“Rel, take it easy! Give her time to calm herself!” kata Lexa pada Aurel.
“Fida did this…” kataku.
“Really? Oh God, that’s her,” kata Aurel sambil menunjuk ke arah seorang gadis yang sedang melirik ke arah sini.Oh God, aku benci melihat wajahnya yang selalu pura-pura innocent saat aku melihat ke arahnya.
Wait, that’s my necklace! Yeah, kalung vintage-ku yang waktu itu ketinggalan di restroom, ternyata diambil dia? Oh God, and she uses it now?How dare she! But thank God, aku gak terlalu suka kalung itu. Tapi tetap aja, SHE’S A THIEF!
Aku pun langsung berdiri dan mengambil tote-bag Gucci-ku yang ada di atas meja dan berjalan ke meja Fida dan langsung diikuti my BFFs.
“Excuse me…” kataku sambil memasang senyum terbaikku.
“Wow it’s amazing! The Most Famous Clique in this school came to us. What? Apa lo mau ngasih ‘title’ Queen of the school ke gue? With pleasure, karena kayaknya gue juga udah cukup dekat sama King of the school,” jawab Fida yang cukup membuatku kesal dan membuat kedua temanku tercengang. Aku tetap menahan emosiku yang cukup meluap-luap. Calm down Mer, do it just like you always did.
“Well, don’t be so sure. You should’ve known what I’m going to say to you right? Just wanna warn you, you have 2 days to get away from my eyes and my frends. Ow, including my ex. Don’t make any mess with me dear. If you don’t want to, you know what will happen right?”
“What do you mean?” Jawabnya. Way to go, Mer. She asks for that.
“Of course you know what I mean. Oh umm FYI, have fun with your last time then. See you!”

***

“WHAT THE HELL IS THIS?” Dari jauh aku bisa mendengar suara itu, which is I’m pretty sure that’s Fida’s voice.
“Is there something wrong, Darling?” Kataku sambil berdiri di sampingnya yang masih mematung melihat handphone-nya.
“How...dare.. you....” Katanya sambil hampir menangis.
“Ah this photos, I warned you right?” Kataku sambil mengambil handphone di tangannya. Di layarnya terpampang foto dia sedang bersama beberapa orang yang mukanya di blurred. Foto ini diambil di sebuah party dimana Adam jadi host-nya. Dan ternyata Fida melakukan hal tidak senonoh dengan seseorang di pesta itu. “Poor you, are you really that cheap? Oh my God, your mom and dad will cry at home if they knew it.”
“Don’t you ever dare to...”
“Post it on my blog? I just did..” Potongku dan saat itu juga beberapa orang yang mendengarkan pembicaraan kami segera mengeluarkan handphone dan laptop mereka yang aku rasa mereka akan segera membuka blog-ku.
FYI, aku punya suatu blog yang memang aku buat untuk melakukan kejahatan seperti ini. Ups, bukan kejahatan tapi keisengan. Everyone knows that, If they ever make any mess with me, their name will be appear on that blog. Tak lama kemudian, orang-orang disana segera memberikan tatapan jijik kepada Fida.
“You.......” Fida tidak bisa menyelesaikan kata-katanya karena menahan tangis yang sebentar lagi akan keluar sepertinya.
“You know now right? I’ve told you, so what will you choose? Just go away from my life, or stay here with your bad reputation? Enjoy!” Kataku sambil meninggalkan Fida disitu yang sedang menangis.
Sebenarnya aku gak terlalu suka melakukan ini. Tapi karena ini dia yang memulai, why not? Kaya yang dibilang Reno, aku gak boleh memulai untuk bersikap ‘mean’ ke orang yang gak salah apa-apa. Walaupun, aku masih sering melakukan itu saat-saat mendapat mood yang super bad.
In this case, dia yang mulai dan menurutku ini cukup kelewatan, so I really have to give her some punishments biar dia gak berbuat seperti itu lagi ke orang lain. Jadi gak sepenuhnya salahku kan kalo tiba-tiba nanti Fida diasingkan oleh orang tuanya ke tempat yang jauhhh banget, biar gak malu-maluin? Atau malah sebelum orang tuanya tahu, dia udah stress duluan? Who cares?

Pretty harsh maybe, but this is me.
So don’t you ever dare to make any mess with me.


***






2

“Mer, Mama perlu bicara sama kamu..” Kata Mama yang lagi duduk di sofa ruang tengah sambil memegang majalah Bazaar, she’s a fashion addict just like me, oh no not like me. Aku gak terlalu suka disama-samain sama dia.
“Ngomong aja disini, Ma.” Aku menghentikan langkahku yang udah mulai naik ke tangga. Jujur aja setelah apa yang terjadi di sekolah, aku gak mau nambah masalah lagi dirumah.
“Kenapa kamu gak bilang kalo minggu lalu ada pembagian hasil mid semester?”
“Karena Mama gak nanya…”
“Kamu tuh harusnya kasih tau Mama! Tadi Kepala Sekolah telfon Mama! Mama malu Mer, karena mereka pasti mikir Mama orang tua gak bener karena gak ngambil hasil mid kamu itu! Kamu gimana sih?!” kata Mama marah-marah. She starts it…
“Loh? Kenapa mesti malu? Emang kenyataannya gitu kan Ma? Mama emang gak pernah peduli sama aku, Mama selalu nyalahin aku kalo ada masalah apapun. Wake up, Mom! You’re not the right one! Mama itu bukan yang paling bener! Tapi kenapa Mama selalu ngerasa paling bener? Kerjaan Mama cuma jalan sama temen-temen, shopping dan ngomel ke aku. Gak capek apa Ma? Lagipula aku juga lebih suka Reno yang ngambil report book aku daripada Mama, karena dia jauh lebih tau tentang aku ketimbang Mama!”
“Apa kamu bilang? Kamu pikir siapa yang ngerawat kamu selama ini? Hah?!”
“Pembantu, dia yang selalu masak makanan buat aku. Papa yang walaupun lagi sibuk dimanapun masih sempet e-mail aku tiap malem. Reno yang selama ini denger semua cerita aku. Sementara Mama yang deket malah kaya gini! Kalau gak ada mereka, mungkin aku udah bunuh diri sekarang Ma! Udahlah Ma, aku capek!” jelasku sambil jalan keluar menuju keluar lagi.
Padahal baru sampa rumah, tapi keberadaan Mama bikin aku males untung stay lama-lama disana. Aku langsung mengemudikan Camry yang biasa aku bawa kemana-mana. Tadi Pak Parno sempat nawarin biar dia aja yang bawa, tapi aku gak mengiyakan. Cause I really really need some times to be alone.
Gila! Semua kejadian yang gak aku harepin benar-benar terjadi hari ini. Dari mulai Most Enemy, sampe Mama yang kaya gitu. Jujur aja, aku dulu benar-benar respect sama Mama. Tapi semenjak dia mulai kaya gini, sibuk sama kehidupannya dan kerjaannya ngomel ke aku, rasa respect itu berkurang. Dia selalu berfikiran kalo dia orang paling bener di dunia. But the fact is, Nol Besar.
Hubunganku sama Mama mulai memburuk sejak dari 5 tahun lalu. Saat itu adikku satu-satunya meninggal karena leukemia. Namanya Raka, kalo sampai saat ini dia masih hidup mungkin sekarang dia udah kelas 3 SMP.
Raka merupakan anak yang sangat disayang Mama sama Papa, juga aku dan Reno. Karena dia, kami berempat bisa terlihat seperti sebuah keluarga yang berkomunikasi dengan benar, berkumpul, layaknya sebuah keluarga.
Dia benar-benar seperti mood-maker di keluarga kami. Sifatnya yang sangat periang, jauh berbeda dengan kami semua. Dia mudah bergaul sama siapa aja, dia selalu memiliki bahan omongan untuk didiskusiin kita semua.
Sayangnya, dia mengidap penyakit terkutuk itu dan siapa yang percaya? Raka yang selalu terlihat bahagia itu ternyata mengidap penyakit macam leukemia. Tapi yang aku kagum dari dia, dia gak pernah mengeluh karena mengidap penyakit itu. Dia tetep ceria, tetep mau bercanda sama aku dan Reno. Padahal aku, Reno, Papa, Mama, sadar kalo dia sebenernya lagi kesakitan banget tapi dia gak mau bikin kita semua khawatir.
Dia juga sangat dekat denganku dan Reno. Biasanya kalo lagi ada masalah di sekolah, dia selalu cerita ke aku begitu juga sebaliknya. Aku, Reno dan Raka punya acara sendiri tiap malam Rabu. Kami selalu menghabiskan malam itu dengan game truth or dare. Raka biasanya lebih memilih truth karena yaa, sifatnya yang memang sangat terbuka itu. Sementara aku dan Reno, lebih sering memilih dare, tapi lama kelamaan kami juga memilih truth karena Raka juga sering bilang ‘there’s no secret in family’. And that’s right, I agree with him AT THAT TIME.
Semenjak kepergian Raka, fungsi sebuah keluarga di keluarga kami mulai hilang. Papa yang sangat merasa kehilangan, sengaja menyibukkan diri dengan kerja. Mama jadi lebih sering menghabiskan waktu sama teman-temannya dan menghibur diri sendiri. Reno waktu itu sempat melampiaskan kesedihan dan rasa kehilangannya dengan cara menyiksa dirinya sendiri dan menyiksa orang lain.
Sementara aku? Jujur aku dulu bukan orang seperti ini. Aku lebih menuju ke tipe orang yang ‘nerdy’. Tapi karena melihat tingkah laku Reno yang waktu itu, aku mulai terbawa dengan cara hidupnya dia. Makanya sekarang Reno menahan-nahan aku banget biar gak ngelakuin hal-hal kejam yang dulu pernah dia lakuin. But I wouldn’t, cause I’m having fun with it.
Karena itulah, aku benar-benar kehilangan sosok seorang ‘Ibu’ yang harusnya selalu ada buat anaknya. Maksudku, udah 5 tahun setelah Raka pergi dan Mama masih seperti itu. Mama masih gak mau mempedulikan aku sama Reno. Dia lebih sering mementingkan diri sendiri, ngeliat-liat foto Raka sampai akhirnya menangis. Aku sempat maklum waktu itu, tapi sampai sekarang Mama belum mau berubah, aku rasa itu kelewatan.
2 tahun lalu sebenarnya kami sepakat untuk gak mengingat kepergian Raka lagi, agar fungsi keluarga ini mulai membaik. Bukan bermaksud ngelupain Raka, tapi lebih menuju ke cukup mengenang dia di dalam hati agar kami bisa melanjutkan kehidupan seperti biasa. Tapi Mama ternyata masih belum bisa berubah juga. I need a Mom, but not that one.

***


“Good evening..” Kataku kepada resepsionis itu.
“Oh Ms. Koesoedibyo, here you go.” Katanya sambil ngasih kunci apartement aku yang aku titip disana. Cause actually, im a lil bit careless.
“Thanks.”
Gedung apartemen ini adalah salah satu kepunyaan Papa. Tempat yang keliatan sangat mewah dari luar, benar-benar mewah juga di dalamnya. Papa juga sudah sengaja membagi satu apartemen buat aku dan Reno. Dulu Reno juga sering kesini sama seperti aku.
Dengan cepat aku berjalan ke kamar di apartemenku. Kamar berukuran 6x7 yang didominasi oleh warna baby blue ini adalah tempat terbaik buatku. Kamar ini di desain sama Papa waktu aku masih grade 7. Setiap ada masalah atau bosen di rumah aku segera pergi kesini. Apalagi semenjak kepergian Raka, aku lebih suka menenangkan diri dengan cara menyendiri di tempat ini. Tempat strategis yang cukup jauh dari rumah dan dekat ke sekolah.
Waktu aku grade 8 juga Papa sama Reno pernah ngadain surprise party di tempat ini. Unforgettable moment, pesta kecil yang dimeriahkan sama orang-orang terdekatku. Well, kemewahan gak selalu menang dari sesuatu yang sederhana.
Biasanya kalo lagi disini, kedua BFF-ku bakal dateng. Tapi not for tonight, they’re busy with their boyfie, which are Jefta’s friend. Bukan salah mereka juga sih mereka gak bisa kesini, karena aku juga gak ada hak buat maksa mereka yang lagi pacaran.
Now, here I am. Alone. I can do whatever I wanna do. Aku segera membuka Mac-ku (satu-satunya yang paling setia setelah my Onyx) dan ternyata ada e-mail dari Reno. Dengan segera aku membalasnya dan menceritakan apa yang terjadi hari ini.
Renovan Adrian Koesoedibyo adalah kakakku satu-satunya. Like I said, sekarang dia sedang kuliah di Oxford. He’s the greatest brother in the world I guess. Reno gak seperti kakak laki-laki pada umumnya, dia peduli banget sama adik-adiknya. Terbukti dengan dia yang tetep ngirimin aku e-mail tiap malem walaupun dia jauh dan pastinya sibuk, dia juga masih sering ngajak aku ke makamnya Raka.
Almost everyone likes him, well he’s handsome, smart, and kind. But he’s kinda playboy. Setelah dikhianatin sama pacarnya dan dampak dari kepergian Raka, dia berubah jadi kaya gini. Dia benar-benar terpuruk saat itu. Cliché. Tadinya aku mau membalas itu ke cewek penghianat itu, tapi Reno ngelarang aku. Dia udah malas berurusan sama cewek itu.
Ternyata Reno sedang online, jadi kami pun chatting. Aku bercerita semuanya dari mulai putus dengan Jefta, berantem sama Mama. Yah emang begini kehidupan aku, gak jauh dari yang namanya bertengkar, masalah. Dia hanya mendengarkan semua ceritaku, dan itu cukup membuatku tenang. Dia juga memberi nasihat, mungkin aku harus lebih menghargai Mama. Sounds hard.
Setelah puas ngobrol sama Reno, aku pun menyudahi chat itu. Reno juga mau berangkat ke kampus. Ternyata sekarang udah jam 8, pantes aja aku lapar. Disini gak ada makanan, udah lama gak belanja buat persiapan disini. Abuba sounds great, I think. Tiba-tiba ada yang membunyikan bel.
“Jefta?” Waktu ngebuka pintu tepat depan mata aku ada dia yang udah berdiri disitu. Dia hanya menggunakan jeans + t-shirt reebok kesayangannya dilapisi dengan simple jas berwarna hitam. Muka Jefta terlihat sangat muka lesu.
“Glad you’re here..” Jawabnya singkat.
“What are you doing?” Kaku. I have no idea what to say, it’s such a surprise to see him now.
“I wanna fix this, can we talk?”
“Sure..” Jawabku singkat.
Aku segera mengganti bajuku. Aku memutuskan untuk menggunakan black dress-nya Donna Karan yang sepertinya cukup simple dan cocok untuk pergi dinner bersama Jefta.
Dia mengajakku makan di sebuah restoran yang cukup dekat dari apartment ku. But, never been there. I have to admit it, restoran ini memiliki dekorasi yang sangat bagus. Suasananya tenang karena memang ini agak terpencil, simple. Sejauh yang aku liat, disini orang pacaran semua. Hm, nice choice.
Jefta mengajakku naik ke lantai atas restoran itu. Di bagian atas itu suasananya full white dan ternyata gak ada orangnya. Kosong, dia narik tangan aku ke sebuah meja dan ternyata di lantainya itu banyak mahkota bunga-bunga mawar. White and red are my favorite color, and this place is so gorgeous.
Setelah duduk aku pun masih melihat sekelilingku. He knows my favorite. Tapi muka dia masih tetap sendu. Tiba-tiba dia mengeluarkan seikat bunga dari belakangnya, Orchid! Great flowers, dia memberikan bunga itu dengan secercah senyum di wajahnya.
“Thanks, for all of this. This is so gorgeous...” Kataku sambil tersenyum.
“You’re welcome, glad you like it...” Senyum itu datang lagi, senyum Jefta yang mempesona buat semua orang. Dia tipe orang yang jarang tersenyum, so it’s a great moment.
“What are we going to talk about?”
“I love you, I wanna fix our relationship. I know I was wrong, seharusnya aku gak percaya sama Fida. Tapi waktu itu aku emang lagi banyak masalah dan denger Fida ngomong gitu, aku percaya gitu aja dan aku malah marah ke kamu. Aku salah banget, Mer. Will you forgive me?”
Aku hanya diam.
“Mer? Will you give me the second chance?” Tanyanya lagi.
Aku masih diam. Aku berfikir lagi, apa yang sebenarnya lagi aku rasain saat ini.
“Jef, aku ngerti kok. I love you too. Tapi aku mau minta sesuatu, kalo kamu lagi ada masalah kamu cerita aja ke aku. Aku gak mau jadi pacar yang cuma mau enak-enaknya aja. Mungkin aku bisa bantu kamu nyelesain masalah kamu itu. Right? Guess I’ll give you the second chance..”
“Of course dear, aku janji kalo ada apa-apa aku bakal bilang ke kamu. So we’re still in a relationship right?”
“Yeah. Cheers?” kataku sambil mengangkat gelas yang terisi lemon squash, my favorite beverages after coffee.
“Cheers!”

***

“One problem, resolved. I feel much better!” Kataku pada Reno di telfon. Keesokan paginya, aku segera menguhubungi Reno karena semalem Reno khawatir sama masalah-masalah yang ada di sekitar aku.
“Really? Good job, sist. Where are you by the way?”
“Preparing myself to school, why?” Tanyaku sambil menyantap roti dengan selai strawberry sebagai sarapan tiap pagi.
“Apartment?”
“U h-huh. Not ready to home yet..” Ya aku belum siap untuk ketemu Mama. Aku gak mau jadi anak durhaka, daripada aku berantem sama dia lebih baik gak ketemu sama sekali kan? walaupun kaya gini juga rasanya gak enak.
“You promised me, you wanna fix it. Remember?”
“I remember, I know, I will. But not now. Hm guess I should go, Jefta already here. Talk to you soon, get some rest. Take care..”
“Ok, you too sist.”
Aku segera menutup telfon. Sebenarnya Jefta belum datang, tapi karena aku sangat malas untuk membicarakan tentang Mama, it’s better to end that conversation. Aku pergi ke depan cermin, dan melihat diriku. Aku mengenakan seragam sekolah dengan sangat rapi, ditambah kalung Gold Digger berbentuk pita, dan scarf yang melingkar di leher. Hari ini cukup dingin karena hujan dari tadi malam.
Gak lama kemudian ada yang membunyikan bel didepan, yang aku yakin itu Jefta. Aku melihat Harry Winston-ku, oh pantas sekarang udah jam 7. Aku segera mengambil tote-bag Louis Vuiton yang baru dibeli minggu kemarin, dan membuka pintu.
“Ah, ready to go?” Tanya Jefta .
“Yap, you look great.” Kataku. Padahal Jefta hanya menggunakan seragam biasa, ditambah dengan coat berwarna hitam. Tapi dia memang memiliki aura tersendiri yang bisa membuat orang kagum padanya.
“So were you. I guess we’re gonna win as ‘Perfect Couple of the year’ haha. Let’s go.” Katanya sambil menggandeng tanganku.

***




3

“You’re getting back, right?” Tanya Lexa padaku.
Pagi tadi, aku melihat banyak orang berbisik-bisik saat melihat aku dan Jefta jalan berdua. Gossip spreads really fast, berita kami bertengkar sudah diketahui seluruh murid disekolah ini. Dan berita kami baikan, mungkin sudah menjadi bahan omongan mereka sekarang. Well, I’m not surprise about this one.
“Yeah, last night..” Jawabku singkat. Aku benar-benar lupa memberitahu mereka, karena terlalu lelah semalam. “Sorry, for not telling you guys asap.”
“It’s okay, baby. Really happy to hear that. You both are perfect, jadi jangan sia-siain hubungan kalian.”
“I hope so, darling..” Jawabku agak kurang semangat.
Jujur aja aku bener-bener kecewa sama Jefta yang terus-terusan lebih percaya sama omongan orang lain daripada sama aku. Apalagi sama Fida, he really really trusts her, I don’t know why. Itu ngebuat aku agak malas untuk berhubungan sama dia, waktu semalam aku ngasih dia second chance juga sebenernya gak tulus-tulus banget. Tapi gimana ya, aku gak suka dia kaya gitu.
“Eh iya, gue ke aula dulu ya mau ketemu Adli hehe. See you both later!” Tambah Aurel sambil pergi meninggalkan kami berdua.
Long break memang saat-saat Aurel dan Adli bertemu dan aula adalah tempat favorit mereka. I don’t know exactly what are they doing right there, kadang aku bertanya pada Aurel dia ngapain aja disana. Dia cuma menjawab ‘nothing just talking and talking’. Well, it’s her own business by the way.
“Thanks, Rel. See ya ” Jawabku singkat.
“Is there something wrong, Mer? Lo kan baru baikan, kok kayanya gak mood gitu?” tanya Lexa. Dia sangat sensitive, jadi aku benar-benar gak bisa nyembunyiin apa-apa dari dia.
“I’m okay, nothing’s wrong.”
“You’re not good at lying thing,in case you don’t know.” Tambahnya.
Aku tetap diam. Agak malas untuk membicarakannya karena kalo gitu masalah pasti tambah panjang dan aku gak suka ngurusin hal kaya gitu.
“I know, just I don’t wanna talk about it. Gue bakal cerita kalo gue lagi mau, Lex. Just, not now...”
“Okay, tell me whenever you want.”
“Sure. Lo gak ketemu sama Joshua?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku memang biasanya selalu cerita sama Lexa, but not for this one I guess or later maybe.
“Enggak, Mer. Lagi agak males aja gue sama dia.”
“Wow, what’s up?”
“Nothing, gue lagi gak mood aja. PMS, like always.” Ya saat-saat PMS, Lexa sama denganku. Moodnya sering berubah dengan sangat cepat, dan drastis. Hal yang tadinya dia suka, bisa berubah jadi hal yang sangat dia benci saat PMS.
“Ah really?”
“Yeah really. By the way, tadi di kelas Physics gue ada murid baru loh. Kinda cool, namanya Damar. You should see him, darl.”
“Damar? Damar siapa, Lex?”
“Damar Febrisomething gitu deh, Mer. He’s so cool, and looks smart by the way. Tadi aja banyak banget cewek-cewek yang flirting sama dia, tapi dia stay cool gitu. Dan cool-nya juga gak dibuat-buat. Emang darisananya gituuu. Untung gue bisa stay cool juga, gue rasa dia masuk list 10 besar the most handsome man in here deeeeeeh.”
“Is he really really that cool?” tanyaku agak bingung melihat reaksi Lexa yang menurutku, too much.
“Yeah, Mer. Totally! Gantengnya tuh ganteng Indonesia banget, asli Indonesia bukan blasteran. Can you imagine?”
“Hey, Shimmerly right?” Tanya seseorang dibelakangku tiba-tiba. Suaranya agak nge-bass. Aku langsung menengok dan didepanku ada seorang laki-laki berbadan atletis dan cukup tinggi, and he had tanned skin. Rambutnya gak terlalu panjang ataupun pendek.
“Sorry?” Tanyaku bingung.
“Hai, Damar!” Sapa Lexa sambil melambaikan tangan. Oh, ini Damar itu. Tunggu, kayanya gue pernah lihat orang mirip dia deh. Tapi siapa ya?
“Hai, Lexa kan? Tadi kita sekelas di Physics yaa..” Lanjutnya sambil tersenyum ke arah Lexa. Wow, senyumnya terlihat sangat manis. Wait, control yourself Mer!
“Iya, Mar. Eh lo ngapain kesiniiii?” Tanya Lexa begitu ceria. Cheerful, yeah that’s what she is. Lagipula siapa juga yang gak bakal ceria, kalo disenyumin orang kaya Damar. Kesan pertama, he’s kind but cool in his own way.
“Gue mau ketemu dia hehe,” jawab Damar sambil menunjuk dan melihat ke arahku. Aku agak shock mendengarnya, I don’t even know him gitu kan. Aku langsung menengok ke Lexa dengan pandangan shock. Lexa hanya tersenyum-senyum gak jelas.
“Oh, yaudah gue kesana dulu ya. Mau ketemu Joshua,” Tambah Lexa sambil masuk-masukin handphone dan barang-barang dia yang tergeletak di meja, ke dalam shoulderbag topshopnya.
“Wait! I thought you were not in the mood to meeting him?” Tanyaku sambil menahan tangannya yang lagi beres-beresin barang-barangnya.
“Change my mind! I guess I miss him, see you guys!” Kata Lexa sambil langsung ngeloyor pergi.
“FARK!” Kataku pelan.
“So Shimmerly? May I sit here?” Tanyanya lagi sambil menunjuk sofa yang terletak di sebelahku.
“Yeah, sure. By the way, do we know each other?” Tanyaku sambil menengok ke arahnya. Damn! That smile show up again, can you just stop doing that? Keluhku dalam hati.
“You don’t remember me?”
“Hm... Not really, then why don’t you just tell me?”
Tiba-tiba bel berbunyi. Aku melihat jam, oh sekarang udah jam 13.00, long break is end but our conversation not yet. Aku membereskan barang-barangku bersiap-siap ke kelas biologi.
“It’s Damar Febrian Arditya, in case you forgot.” Bisiknya di telingaku, lalu dia langsung pergi tanpa menunggu respon apapun dariku.
Wait, Arditya? GOSH!


***


Aku duduk di paling belakang saat kelas biologi. Cuma di kelas inilah, aku gak sekelas sama 2 BFF ku. Jadi aku lebih memilih duduk sendiri di meja paling belakang, not really interested to this lesson.
Gak lama kemudian, Ms.Carr masuk bersama.....DAMAR? Again? Whoops!
“Good afternoon, class. Before we start the lesson, saya mau memperkenalkan murid baru di kelas ini. He’s just moved from United States. Mungkin sebelumnya ada yang sudah melihat dia di kelas Physics tapi gak ada salahnya juga kan saya memperkenalkan dia di kelas ini lagi. Everyone, Damar. Damar, everyone. ” Jelas Ms.Carr sambil tersenyum.
“Hey everyone.” Kata Damar dengan senyum andalannya. Semua murid perempuan dikelasku ini langsung apa ya namanya? Melted! Just like he’s too hot.
“Take your seat, Mr. Arditya. Enjoy yourself.” Lanjut Ms. Carr.
“Okay, thankyou Ms.Carr.” Jawab Damar sambil menganggukan kepalanya lalu berjalan maju. Wow wow, he’s coming to me I guess.
Dia berhenti disampingku, dan tersenyum seperti memberi isyarat agar aku bergeser ke kursi satunya. Semua murid langsung memperhatikan ke arahku. Saat aku melihat mereka, mereka langsung membuang muka.
Aku langsung bergeser ke kursi satunya. Damar duduk disebelahku dan melihat ke arahku dan tersenyum lagi, he’s smiling all the time and it sucks ugh!
“You don’t mind if I sit here right?” Tanyanya tiba-tiba.
“Nope..” Jawabku singkat.
Dia gak menjawab lagi.
“So, Arditya, what are you doing?” Tanyaku sambil menengok ke arahnya.
“Studying?” Dia melihat ke arahku sambil tertawa kecil. “Papa mutusin biar stay disini lagi. By the way, you look really different after 8 years, Koesodibyo.”
Aku hanya tersenyum kecil mendengar jawabannya.
“Do you miss me?” Tanyanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
“Should i?” Tanyaku sambil melihat ke arahnya lagi.
“8 years are not a short time. Yeah you should, cause I do..” Jawabnya sambil tersenyum seperti menggoda.
“You know what? Mending lo perhatiin apa yang diterangin Ms.Carr, sebelum pelajaran ini selesai dia bakal ngasih post-test.” Jelasku sambil membuang muka dan menghadap ke depan lagi.
“Alright.”
Damar Febrian Arditya, dia temanku waktu kecil. Super close-friend sejak aku berumur 3 tahun. Aku selalu main sama dia, rumah dia dulu pas disebelah rumahku. Om Arditya adalah partner kerja Papa, sementara istrinya, Tante Anty juga temen deketnya Mama, jadi keluarga kami juga udah sering pergi bareng-bareng.
Waktu itu Damar bener-bener selalu nemenin aku kemanapun aku pergi. Aku dan dia juga dulu satu sekolah, aku yang waktu itu masih ‘nerd’ belum berani ngapa-ngapain, selalu aja dibelain sama Damar tiap ada orang yang berbuat aneh-aneh ke aku. Dia seperti pengganti Reno, bedanya dia gak suka sama air karena dulu dia hampir tenggelam sebaliknya Reno malah suka banget berenang.
Damar juga punya kakak laki-laki yang seumuran Reno, namanya Dimas Fauzan Arditya. Dimas sering banget juga main sama Reno, sifat mereka bener-bener mirip. Dimas juga cukup deket sama aku karena dia sering nginep dirumah jadi aku cukup sering ngobrol sama dia.
Sayangnya waktu aku berumur 7 tahun, Om Arditya mutusin buat pindah ke Amerika ngelanjutin kerjaannya disana. Dia memang hard-worker banget sama seperti Papa. Aku sebel banget waktu itu dan aku juga sempet minta Papa biar pindah ke Amerika juga biar aku tetep sama-sama Damar terus. Tapi Papa jelasin ke aku kalo kita gak bisa pindah, karena kerjaan Papa masih banyak banget disini dan blablabla, I don’t remember.
Aku juga waktu itu pernah nyuruh Damar biar tinggal disini aja sama keluargaku, tapi dia gak mau. That’s why I was a little bit angry to him. Dia bilang dia gak bisa pisah sama keluarganya, dia gak mau ngerepotin aku. Saat itu dia juga janji sama aku kalo suatu hari, dia bakal balik ke Indonesia buat ketemu aku lagi. Dia juga ngasih aku kalung sebagai bukti kalo dia bakal balik lagi.
Di hari kepergian dia, aku gak nganter dia ke bandara. Sementara keluargaku nganter mereka, aku mengurung diri di kamar sambil nangis dan ngeliat kalung dari Damar. Dan hari itu juga, Damar sms aku dan bilang ‘aku sayang kamu’. But I was 7 right? So we’re not in a relationship. Yang dimaksud dengan sayang waktu itu ya bener-bener sayang, bukan cinta atau something else.
Damar gak pernah ngasih kabar apa-apa lagi ke aku, surat, e-mail, gak ada satupun kabar tentang dia. Setelah itu, baru aku bertemu dan berkenalan sama Aurel dan Lexa. Sejak saat itu juga mereka jadi BFF ku sampai detik ini.
Sekarang, here he is. Dia udah balik ke Indonesia dan sekarang dia di sampingku, merhatiin pelajaran yang dijelasin Ms.Carr. I actually don’t know what to say and what to do. Aku mau berusaha tetep stay cool tapi aku gak bisa bohong terus-terusan juga, the truth is I’m so happy that he’s here with me now.

“Mau langsung pulang, Mer?” Tanya Damar saat aku lagi beres-beresin barang-barang aku di meja. Saat itu aku juga mengecek Torch-ku dan Jefta udah sms kalo dia nunggu aku di cafetaria.
“Cafetaria sebentar, kenapa?” Jawabku singkat sambil sibuk tanpa memperhatikan wajahnya.
“Wanna ask you out, we haven’t talked after 8 years. Can we?” Tanyanya sambil memegang tanganku yang tadinya lagi sibuk beres-beres.
“Sorry, but, my boyfie is waiting for me at cafetaria. So, I’ll talk tou you later..” Kataku sambil melepaskan pegangan dia dan langsung berjalan keluar.
Sebenernya aku mau-mau aja sama dia, tapi aku gak enak kalo Jefta tahu nanti malah jadi ribet jadi maybe next time aku bakal ngobrol sama Damar panjang lebar. Aku juga kurang suka nyebut Jefta, my boyfie soalnya ya like I said, udah terlanjur males sam dia gara-gara dia over-protective dan aku bahkan gak tau juga dia ngapain aja di belakang aku.
Aku berjalan menuju cafetaria, dan saat itu aku mendengar ada sekelompok cewek-cewek yang lagi ngomongin Damar. Kalo gak salah dengar, ada salah satu dari mereka yang pengen banget jadi pacar Damar. Geez, it’s the first day he’s getting to this school tapi fansnya udah numpuk dimana-mana.
Aku tetap melangkahkan kakiku ke cafetaria. Ada beberapa orang yang tersenyum dan menyapaku, aku membalasnya dengan tersenyum tipis karena aku agak-agak gak mood hari ini. Ada juga beberapa orang yang melirikku dengan tatapan benci atau tepatnya ENVY sama aku. Aku lagi malaaaaaaaaaas banget buat ngurusin orang-orang kaya mereka. MYOB pleaaaseeee!
Waktu sampai di cafetaria, disana udah ada Jefta, Joshua, Adli, Oddy, Arya, sama Kevin. Disana juga ada Lexa dan Aurel yang udah duduk di tempat biasa kami menghabiskan waktu tepat disebelah meja Jefta dan teman-temannya yang banyak itu. Aurel lagi sibuk bercanda sama Adli, dia melambaikan tangan seperti memberi isyarat agar aku ikut gabung disana. Sementara Lexa, sepertinya masih kurang mood untuk deket-deket Joshua. Buktinya dia lebih memilih duduk jauh dari Joshua dan Joshua kayanya maklum kalo Lexa lagi PMS memang selalu begini.
Aku melambaikan tangan ke arah Jefta dan memberi isyarat kalo aku mau nemenin Lexa dulu. Dia hanya mengangguk dan tersenyum. Aku langsung menghampiri Lexa dan menghempaskan badanku di sofa merah L-shaped itu.
“What’s up?” Tanya Lexa sambil berbisik-bisik.
“Nothing’s up really...”Jawabku agak malas karena aku tahu ke arah mana maksud pertanyaan Lexa.
“Okay, so what’s down?” Tanyanya lebih penasaran lagi.
“Dia temen lama gue, Damar. Inget gak sih dulu gue pernah cerita? Old story banget..”
“Hm......... Oh iya gue inget Damar-damar itu yang ke Amerika kan? Wah jadi itu dia, terus lo gimana?”
“Tadi gue sekelas di kelas biologi dan dia duduk di sebelah gue.”
“Terus?”
Aku pun menjelaskan sedetail-detailnya semua kejadian yang terjadi di kelas biologi tadi. Sampai waktu mau pulang tadi. Lexa memperhatikan ceritaku dengan seksama sambil menyantap strawberry juice favoritnya. Tadinya aku mau sekalian cerita tentang Jefta, tapi gak lama kemudian Jefta datang menghampiriku dan mengajak pulang karena dia mau ada acara sama keluarganya katanya.
Aku pun setuju dan langsung menghentikan pembicaraanku dengan Lexa. Aku langsung pergi ke parkiran bersama Jefta, sementara yang lain masih stay disana.
Waktu di parkiran, aku melihat Damar yang lagi dikerubungin cewek-cewek. Dia terlihat sangat risih tapi dia masih tetep berusaha senyum walaupun itu terlihat maksa banget. Dia menengok ke arahku dan langsung menghampiriku. What the hell is he doing?
“Going home?” Tanyanya sambil tersenyum lebar.
Aku hanya mengangguk. Jefta yang berada disebelahku menatap Damar dengan heran.
“Wow, lo siapa? Anak baru?” Tanya Jefta dengan agak jutek, like I said over-protective.
“Iya, gue Damar. Temen kecilnya Merly.” Jawab Damar sambil mengulurkan tangan ke depan Jefta. Aku hanya mematung di tempat, malas kalau nanti Jefta tiba-tiba emosi cemburu gak jelas.
“Gue Jefta, pacarnya.”Jawab Jefta singkat sambil menjabat tangan Damar.
“Oh okay kalo gitu. I’ll talk to you later?” Tanya Damar sambil melihat ke arahku tanpa mempedulikan Jefta.
“Yeah, sure.” Jawabku sambil mengangguk dan langsung berjalan ke arah mobilnya Jefta diikuti Jefta dibelakangku.

***




















4

“Damar?” Tanyaku bingung saat mendapati Damar ada didepan pintu apartemenku.
Saat pulang tadi, Jefta hanya mengantarku tanpa mampir-mampir dulu. Tadi dia juga sempet nanya, kenapa aku gak pulang ke rumah, berhubung aku males banget bahas masalah itu jadi aku bilang aja aku lagi mau sendiri aja. Setelah mencium keningku, dia langsung pergi lagi. Dan waktu aku baru selesai ganti baju ada yang membunyikan bel. Waktu aku buka, ternyata itu Damar. This is totally a ‘DAMAR’ day.
Damar hanya tersenyum tipis melihat wajahku yang kebingungan.
“How’d you get here?” Tanyaku makin bingung melihat Damar yang malah tersenyum itu.
“Gue ngikutin lo tadi, sorry..”
“Oh it’s ok. Masuk, Mar.” Ajakku yang langsung disambut dengan senyumnya dan dia langsung mengikutiku masuk ke ruang tamu yang gak terlalu besar ini.
Damar duduk di sofa hitam di ruang tamuku itu. Aku langsung berinisiatif untuk ke dapur mengambil minum untuk Damar. Aku menuang orange juice ke 2 gelas, dan langsung meletakannya di meja.
“Thanks. Lo tinggal disini?” Kata Damar sambil meminum orange juice yang aku bawa tadi..
“Sementara aja. Lo ngapain kesini?” Tanyaku dengan muka penasaran.
“Mau main aja, ngobrol-ngobrol sama lo. Gue ganggu gak?”
Aku hanya menggeleng. Agak kaku, aneh rasanya bicara sama Damar saat ini.
“Udah lama pacaran sama Jefta?” Tanyanya tiba-tiba. Wow! Aku gak nyangka kalo Damar bakal nanya kaya gitu.
“Lumayan, almost a year.” Jawabku sambil terlihat seperti menghitung.
Damar hanya mengangguk.
“Lo tinggal dimana sekarang? Semua pindah kesini kan? I should tell my Dad..”
“Keluarga gue pada di Bandung, gue aja yang di Jakarta. Mau nepatin janji gue ke lo dulu.” Jelas Damar yang mukanya berubah jadi agak sedih. Aku sendiri kaget denger jawaban Damar itu.
“Oh, thanks Mar..”
“It’s ok.”
Setelah itu kami melanjutkan pembicaraan kami, membahas hal-hal yang udah gak pernah lagi diomongin selama 8 tahun. Damar bilang dulu dia punya pacar di USA, tapi sayangnya pacarnya itu ya agak agak ‘wild’ jadi Damar lebih milih buat putus sama dia.
Kami mengobrol cukup lama, sampai saatnya Damar ngajak aku makan malem bareng dia. Akhirnya dia pulang dulu juga buat siap-siap, sementara aku siap-siap disini. Setelah dia pulang, aku langsung mandi dan memilih cocktail dress hitam-nya Don Donna yang baru-baru ini iseng aku beli ditambah beberapa aksesoris seperti kalung dan gelang yang aku beli di forever 21.
Waktu menunggu Damar dateng jemput, aku sempet mikir. Aku salah gak sih kalo pergi sama Damar gini? Tanpa sepengetahuan Jefta? Apa aku harus bilang ke Jefta dulu? Tapi Damar kan sekedar temen lama, ya I know he’s special tapi gimana ya..
“Yellow?” Sapaku di telfon, Damar sepertinya sudah sampai.
“I’ve already there, go downstairs.”
“Okay, hold on.”
***

Damar mengajakku ke restaurant di daerah kemang. Dari luar, restoran ini terkesan sangat mewah. Ternyata didalamnya pun begitu, suasana begitu cozy dan elegan, untungnya aku gak salah kostum. Damar juga mengenakan kaos putih polos dan di atasnya dengan jas simple berwarna hitam, and it’s like we’re perfect look together.
Dia terlihat sangat senang berada disini, kami duduk di bagian atas restaurant. Gak lama kemudian pelayan datang, aku langsung memesan lasagna yang terlihat sangat menggoda di menu. Sementara Damar, dia memesan fettucini yang bagiku terlihat menarik juga. Ini salah satu kesamaan aku dan dia, kami sama-sama menyukai makanan itali seperti ini. Minuman yang kami pesan pun sama, blue ocean.
Kami pun lanjut mengobrol sambil menunggu makanan datang. Tiba-tiba ada sepasang orang datang dan yang duduk agak jauh dari mejaku. Sepertinya aku kenal, siapa ya? Aku melihat menyelidik kea rah mereka dan GOSH, itu FIDA dan JEFTA. Is that real? Aku mengerjap shock.
“Kenapa, Mer?” Tanya Damar dengan muka sangat khawatir. Dia pun menengok ke arah yang sedang aku lihat. Dia terlihat shock dan langsung memberi tatapan sedih ke aku.
“I have no idea what to say..” Lanjutnya sambil melihat ke arahku.
“Me neither.” Kataku sambil beranjak bangun dari kursi dan berjalan ke arah mereka. Tapi sayangnya Damar narik tanganku.
“Stay, please.”
“NO.” Aku langsung melepaskan genggaman tangan Damar dan berjalan ke arah mereka.
Ternyata Jefta menyadari kedatangan aku dan mukanya langsung berubah panic bingung, mixed. Fida menengok ke arahku dengan tatapan kaget atau tepatnya super shock! I mean, how could she? FARK!
Aku tetap berusaha menahan emosi yang daritadi kutahan dengan susah payah. Damar datang dan berdiri di sebelahku. Muka Jefta terlihat shock, times 2.
“I thought you were going to a family gathering.” Kataku dengan simple, keep it calm, Mer.
“It’s.....You....What... What are you doing with him?” Tanya Jefta dengan terbata-bata sambil menunjuk kearah Damar.
“Old friend’s dinner, why? Got a problem with it?” Jawab Damar dengan santai.
“Oh of course yes!” Balas Jefta sambil berjalan ke arah Damar, yang langsung aku halangi.
“ENOUGH! It’s DONE.” Kataku, lalu aku mengarahkan tatapan penuh emosi ke Fida. “And you, such a slut. I could be more cruel, than I used to be. Ayo, Mar. Males gue disini.” Aku pun langsung berjalan menjauhi mereka diikuti dengan Damar.
“Tunggu dulu, Mer! Let me explain!” Kata Jefta sambil menarik tanganku. Aku bisa melihat Damar terlihat sangat kesal dengan tingkah Jefta.
“Oh there’s nothing to explain. You’re BUSTED!” Kataku sambil melepas tangannya dengan kasar.
“If you ever dare to make any mess with her, I’m the one that you’ll deal with.” Tambah Damar lalu menarikku pergi darisana. Jefta sepertinya agak takut dengan ancaman Damar barusan atau dia memang lebih memilih Fida, sehingga dia tetep stay disana.
Perasaanku gak jelas. Kesal, marah, sedih, oh and I’m starving by the way. Aku langsung masuk ke mobilnya Damar, dan berdiam diri untuk beberapa saat. Gak lama kemudian, Damar datang sambil membawa makanan yang tadi udah aku dan dia pesan dalam bentuk bungkusan. Kami kembali ke arah apartemenku. Sepertinya Damar memutuskan untuk makan disana saja.
Di perjalanan, aku hanya diam. Begitu juga Damar, sesekali dia menengok ke arahku. Begitu sampai di parkiran apartemenku, dia berhenti. Diam, begitu juga aku. Dia melihatku dengan tatapan kasian, prihatin mungkin.
Aku mencoba untuk tetap fokus menahan emosi yang sangat meluap-luap. Damar terlihat sangat khawatir, jadi aku mencoba melihat ke arahnya dan tersenyum. Sayangnya senyum yang aku tunjukkan malah memberi bonus air mata yang tiba-tiba mengalir. Damar langsung memelukku, mencoba menenangkan aku.
“I’m here, it’s okay. You have me.” Kata Damar dengan suara yang kental dengan rasa cemas. Dan entah kenapa, aku lega mendengar dia berbicara seperti itu. Aku merasa ada sedikit sosok Reno di diri dia.

“Thanks, for everything. I owe you, Mar.” Kataku saat dia mengantarku sampai depan pintu.
“No, you don’t. I’m the one who should say sorry and you’re very welcome.” Jawabnya sambil menarik wajahku ke atas dan tersenyum.
Aku mencoba untuk mengeluarkan senyum terbaikku dan dia mencium keningku.

Change Text on XP Start Button

Step 1 - Modify Explorer.exe File

In order to make the changes, the file explorer.exe located at C:\Windows needs to be edited. Since explorer.exe is a binary file it requires a special editor. For purposes of this article I have used Resource Hacker. Resource HackerTM is a freeware utility to view, modify, rename, add, delete and extract resources in 32bit Windows executables and resource files (*.res). It incorporates an internal resource script compiler and decompiler and works on Microsoft Windows 95/98/ME, Windows NT, Windows 2000 and Windows XP operating systems.

get this from h**p://delphi.icm.edu.pl/ftp/tools/ResHack.zip

The first step is to make a backup copy of the file explorer.exe located at C:\Windows\explorer. Place it in a folder somewhere on your hard drive where it will be safe. Start Resource Hacker and open explorer.exe located at C:\Windows\explorer.exe.

The category we are going to be using is "String Table". Expand it by clicking the plus sign then navigate down to and expand string 37 followed by highlighting 1033. If you are using the Classic Layout rather than the XP Layout, use number 38. The right hand pane will display the stringtable. We’re going to modify item 578, currently showing the word “start” just as it displays on the current Start button.

There is no magic here. Just double click on the word “start” so that it’s highlighted, making sure the quotation marks are not part of the highlight. They need to remain in place, surrounding the new text that you’ll type. Go ahead and type your new entry. In my case I used Click Me!

You’ll notice that after the new text string has been entered the Compile Script button that was grayed out is now active. I won’t get into what’s involved in compiling a script, but suffice it to say it’s going to make this exercise worthwhile. Click Compile Script and then save the altered file using the Save As command on the File Menu. Do not use the Save command – Make sure to use the Save As command and choose a name for the file. Save the newly named file to C:\Windows.


Step 2 – Modify the Registry

!!!make a backup of your registry before making changes!!!

Now that the modified explorer.exe has been created it’s necessary to modify the registry so the file will be recognized when the user logs on to the system. If you don’t know how to access the registry I’m not sure this article is for you, but just in case it’s a temporary memory lapse, go to Start (soon to be something else) Run and type regedit in the Open field. Navigate to:

HKEY_LOCAL_MACHINE\ SOFTWARE\ Microsoft\ Windows NT\ CurrentVersion\ Winlogon

In the right pane, double click the "Shell" entry to open the Edit String dialog box. In Value data: line, enter the name that was used to save the modified explorer.exe file. Click OK.

Close Registry Editor and either log off the system and log back in, or reboot the entire system if that’s your preference. If all went as planned you should see your new Start button with the revised text.[/b]


Happy Hacking And Keep You Learning..
regard.Fachrizk

Senin, 18 April 2011

TROUBLESHOOTING

Menjaga Stabilitas Sistem Windows
Sistem Windows yang stabil memberikan kenyamanan dan kelancaran saat kita bekerja. Gangguan seperti komputer hang, bluescreen dan proses lambat adalah ciri-ciri komputer yang tidak stabil. Apalagi hal tersebut terjadi berulang-ulang sehingga pekerjaan kita menjadi terganggu. Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk menjaga sistem Windows senantiasa stabil.


Download Lengkapnya
http://www.ziddu.com/download/14685280/Trouble-shooting.pdf.html


Oleh Fahrizal II TKJ 5

Load Balancer Web Server dengan Apache “mod_proxy_balancer”

Jika web server Anda tergolong web server yang super sibuk dengan beban akses atau hit yang besar, maka performa dan kinerja dari web server Anda dituntut maksimal. Untuk menjaga performa Apache web server Anda tetap prima, buat saja load balancer web server dengan modul mod_balancer.

Cara mudah untuk menyediakan web server dengan performa dan kinerja maksimal adalah menggunakan perangkat keras dengan spesifikasi yang tinggi. Salah satu solusi untuk menjamin performa dan kinerja web server tetap baik adalah menggunakan teknik cluster. Ada berbagai teknik cluster say ini, namun pada artikel ini akan membahas teknik cluster web server dengan menggunakan teknik load balancer (pembagi beban) pada web server Apache dengan menggunakan modul mod_proxy_balancer.
Pada teknik load balancer ini, terdiri dari minimal sebuah web server yang berperan sebagai load balancer dengan dua atau lebih web server real (backend web server). Pada teknik cluster web server menggunakan load balancer, user mengakses web server yang berperan sebagai load balancer, kemudian load balancer akan mengambil halaman web yang diminta oleh user dari dua atau lebih backend web server dan kemudian memberikannya pada user.
Dengan menggunakan load balancer Anda dapat menurunkan beban rata-rata pada web server.
Salah satu fitur penting dari mod_proxy_balancer adalah dapat melacak session yang berarti satu pengguna selalu berurusan dengan sebuah backend web server, hal ini menjaga konsistensi session pada saat mengakses halaman web sehingga kejadian yang tidak diharapkan seperti user kehilangan session sehingga harus login lagi untuk menciptakan session baru dapat dihindari.
Dengan teknik load balancer ini kita memang harus menyediakan beberapa mesin computer yang akan difungsikan sebagai load balancer, dan backend load balancer. Namun kita masih dapat menggunakan spesifikasi mesin computer yang tidak terlalu tinggi sehingga kita mungkin masih dapat menggunakan mesin computer yang sudah ada.
Pada artikel ini akan dijelaskan secara singkat dan praktis tentang bagaimana menerapkan load balancer web server menggunakan web server apache dengan modul mod_proxy_balancer. Kali ini disimulasikan menggunakan menggunakan system operasi Linux CentOS 5 dan Apache 2.2.3 untuk web server load balancer, dan menggunakan dua backend web server yang masing-masing menggunakan system operasi Linux CentOS 5.2 dan Fedora Core 6 serta web server Apache bawaan masing-masing distro.

Download Lengkapnya
http://www.ziddu.com/download/14685437/LoadBalancerWebServerdenganApache.pdf.html


Oleh Fahrizal II TKJ 5

Chapter12 subnetting IITkj Muhamad_fachri

Download Materi Subnetting Untuk II TKJ


http://www.ziddu.com/download/14508250/Chapter12subnettingIITkjMuhamad_fachri.rar.html



http://www40.indowebster.com/ocox5jtf5xn6p1d3k1y7tokj0cmbkpwl.rar


Happy Download and Keep your Learning..

Regards

J2Me Web Browser Part 1

Web Browser adalah Aplikasi Untuk Merequest atau Memanggil Website yang ada di sever melalui internet seperti halnya : Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, dan lain.
J2ME Memang Menyediakan beberapa cara untuk melakukan koneksi antara perangkat mobile dan server seperti lewat Socket, sms dan Http conection, Bluetooth, Infra red dan lain-lain.
Dan dalam penulisan ini kita menggunakan http connection untuk melakukan request dari client ke server.
Http di kenal juga sebagai protokol request yang berarti client mengirim request ke pada server dengan alamat yang di spesifikasiakan pada uniform resource Locator (URL). Lalu server akan melakukan respon pada client.
Http Connection ada beberapa tahap yang harus di jalankan yaitu dengan tiga tahap :
Setup, Connected, dan Closed, dengan Interface Http Connection yang akan menanganinya.

Download

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More