Search

Kamis, 21 April 2011

Tugas cerpen 2

“Ayo sini, Mer. Eh hati-hati jalannya.” Kata Dico sambil menggandengku ke sebuah tempat. Agak sulit juga sih jalan dengan mata tertutup gini.
“Kita mau kemana sih, Co? Masih jauh gak?” Tanyaku, cause I feel I’ve been walked far enough.
“Here it is..” Kata Dico sambil membuka ikatan kepalaku. Di depan mataku ada pemandangan yang sangat indah. Aku bisa melihat bulan dan bintang dengan sangat jelas. Ada juga cahaya-cahaya yang berasal dari gedung-gedung di sekitar sini. Waktu aku membalikkan badan, ada sebuah meja bertaplak putih yang diatasnya ada lilin and dinner for us.
“This is awesome!” Kataku sambil masih melihat sekeliling. Ternyata ini adalah balkon apartemen tempat aku dan Dico tinggal. Ya, orang tua Dico dan aku udah lama tinggal di luar negeri. Jadi aku tinggal sendiri di apartemen ini, Dico juga gitu.Tempat ini sangat simple, tapi meja dan kursi itu dikelilingin dengan banyak bunga yang membentuk lingkaran. This is place is oh so full of flowers!
“You like it?”
“Bangeeeeet, Co! Thanks for brought me here.”
“Happy 2nd year anniversary, Mer.” Kata Dico sambil memberiku seikat bunga kesukaanku.
“Happy anniversary toooo....” Kataku sambil memeluk Dico. Sudah 2 tahun aku dan Dico pacaran. Walaupun kadang bertengkar, kami tetap selalu bisa memperbaiki itu semua.
“How about grab some dinner?” Tanya Dico sambil menunjuk ke meja yang dikelilingi bunga itu.
“I’d love to.”

***
“Gimana beasiswanya? Kapan sih pengumumannya, Mer?” Tanya Riri, sahabatku dari kecil.
“Belum nih, next week. Gue takut nih, Ri..”
“Pasti dapeeeet lah baby, lagipula kalo enggak dapet juga lo kan bisa langsung daftar kesana kan bareng keluarga lo. Masih ad Yale, NYU, Princeton and others..”
“Harvard is the best of all, Riiiiiiiiiiiiii....”
“I knoooowww. Eh happy anniversary yaa, gimana semalem sama Dico? Pasti dia oh so romantic, like always. Right?”
“Thanksso. Iya Ri, gila dia itu bener-bener gak kehabisan akal buat bikin gue seneng. Dia gak kaya cowok-cowok gombal pada umumnya, karena dia tuh gak gombal, tapi emang romantis bangeet...”
“Waw you must be very happy, right? Tell me more!”
Aku pun bercerita semuanya dan selengkap-lengkapnya kepada Riri.
Riri itu punya pacar, namanya Indra, yang juga sahabat Dico. Kadang-kadang kami suka pergi berempat. Tadinya hari ini juga Riri dan Indra mau ikut aku sama Dico pergi tapi ternyata Riri ada latihan basket jadi mereka gak jadi ikut.
“This is your ice cream, Ms. Shimmerly..” Kata Dico sambil memberi a cup of ice cream ke aku.
“Thanks to you, Mr. Dico..” Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
“Sebentar lagi pengumuman, aku takut gak keterima nih..”
“Positive thinking dong, pasti dapet kok. Aku doain pastiiii. Kamu tenang aja..”
“Alright, trus kamu gimana? Mau lanjut kuliah dimana?”
“Belum tau, mungkin aku juga ke USA. Yale, maybe?”
“Sounds good. Hm jadi kita bareng lagi kan?”
“Iyaaaa kita bareng lagi kok, kamu tenang aja lagi. Udah malem nih, aku anter kamu pulang ya?”
“Okaaay..”

***
“Riiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii gue dapet beasiswa itu! Ya ampuuuuun seneng banget gue, Riiiiii..” Kataku pada Riri di telefon.
“Oh ya? Selamet ya, Meeeeeeeeeeeeeeeer! Trus gimana? Dico udah lo kasih tahu?”
“Hm tadi gue ke kamarnya gak ada jawaban, udah gue telefon juga tapi gak ada diangkat, Ri. Jadi gue sms aja, dan belum dibales nih. Dia kemana ya? Jarang-jarang dia begini.”
“Lagi les atau lagi sibuk ngapain gitu mungkin, Mer.”
“Iyaa mungkin, Ri. Eh ada yang ngetok pintu, udah dulu yaa, Ri. I’ll call you later..”
“Okeee, see you..”
Aku segera menuju pintu setelah memutuskan telfon itu. Waktu aku buka ternyata gak ada orang. Di depan pintu cuma ada bunga yang ada surat kecil di atasnya. Tulisannya aku disuruh ke balkon atas. Ada tanda tangannya Dico disitu, wah apa lagi nih yang mau dilakuin Dico?
Aku berjalan menuju balkon. Tapi disana gak ada orang, cuma ada banyak bunga disitu. Gak ada Dico, akhirnya aku memutuskan untung nunggu disana. Ternyata udah setengah jam aku menunggu disana, percuma. Gak ada Dico juga, aku agak kesal dan memutuskan untuk balik ke kamar. Aku coba nelfon hpnya tapi gak diangkat juga.
Karena gak sabar, aku pun pergi ke depan apartemen itu buat nunggu Dico. Aku tetep nyoba buat nelfon hpnya Dico tapi tetep aja gak ada jawaban. Setelah berkali-kali aku coba, akhirnya dia ngangkat telfon itu.
“Halo Co? Kamu dimana sih? Aku telfon kok gak diangkat daritadi?” Tanyaku panik padanya.
“Maaf, Mer. Tadinya aku mau sok-sok ngasih kejutan ke kamu eh ternyata malah macet banget. Aku jadi bikin kamu kesel kan. Maaf ya, ini aku udah hampir sampe sana kok..” Kata Dico yang terdengar ngos-ngosan.
“Kok kamu ngos-ngosan gitu, Co?”
“Aku lari dari tempat macet hehe kamu liat ke seberang aja. Wait a sec..” Aku ngeliat ke seberang dan memang udah ada Dico disana. Dia melambaikan tangan ke arahku, aku membalas lambaiannya. Dia rela lari-lari gitu sampai sini. Dia pun berjalan ke arahku.
BRUKKKKKKKKKKKKK!!!!!!
Ada sebuah mobil yang sedang ngebut dan menabrak Dico yang sedang menyebrang jalan. Aku segera berlari kearah Dico, hal pertama yang aku lakukan adalah menangis dan mencari bantuan pada orang-orang. Aku memanggil taksi dan langsung membawa Dico ke rumah sakit.
Di perjalanan, Dico gak sadar. Kepalanya berdarah sangat banyak, aku gak tau mesti ngapain lagi. Aku juga segera nelfon Riri dan nyuruh dia segera ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Dico langsung masuk emergency. Aku cuma bisa pasrah diluar sambil nunggu Riri sama Indra. Gak lama kemudian mereka dateng, aku cuma bisa nangis sambil cerita ke Riri.
“Dok, gimana keadaannya Dico? Dia baik-baik aja kan?” Tanyaku pada dokter yang baru keluar dari ruangan itu.
“Saya minta maaf sebelumnya, tapi Dico sudah tidak bisa diselamatkan. Pendarahan di kepalanya sudah terlalu parah dan dia sudah meninggal. Saya minta maaf..” Jawab dokter itu.
Dico pergi, Dico meninggal. Karena dia mau ngasih kejutan ke aku, dia udah gak ada disini lagi sama aku.
“Sabar ya, Mer.... Gue sama Indra bakal selalu nemenin lo, lo yang sabar yaa....” Kata Riri mencoba menenangkanku.
Sekarang Dico cuma hidup di pikiranku. Aku gak akan melupakan dia. I’ll keep him in my heart. Dia adalah pacar terbaik yang pernah aku punya, dan aku janji sama diri aku sendiri. I’ll love him forever and wherever I am.

***

Satu Masa

Disusun oleh
Nama: Indira Permata Adha
Kelas: X-8
SMA Negeri 3 Depok


1 komentar:

wah pas sma aja bahasa inggrisnya udah bagus, bikin novel dong kak, pasti bestseller :)

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More